Kamis, Februari 28, 2008

Dosa Menghujat Roh Kudus: Dosa yang Tidak Dapat Diampuni

Dosa Menghujat Roh Kudus: Dosa yang Tidak Dapat Diampuni

Oleh: Bernat Siregar, M.Th


Perikop: Yesus dan Beelzebul

(20) Kemudian Yesus masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat. (21) Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka dating hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi. (22) Dan ahli-ahli Taurat dating dari Yerusalem berkata: “Ia kerasukan Beelzebul,” dan: “Dengan penghulu setan ia mengusir setan.” (23) Yesus memanggil mereka, lalu berkata kepada mereka dalam perumpamaan: “Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis? (24) Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, (25) dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan. (26) Demikian juga Iblis berontak melawan dirinya sendiri dan kalau ia terbagi-bagi, ia tidak dapat bertahan, melainkan sudahlah tiba kesudahannya. (27) Tetapi tidak seorang pun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu barulah ia dapat merampok rumah itu. (28) Aku berkata kepadamu: sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. (29) Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena melakukan dosa kekal.” (3) Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat.

A. PENDAHULUAN
Kisah “Yesus dan Beelzebul” terdapat dalam ketiga Injil Sinoptik, yakni Matius 12:22—32, Markus 3:20—30, dan Luk. 11:14—23. Tampaknya, nats dari ketiga kisah Injil tersebut memiliki kesamaan alur cerita, namum juga memiliki perbedaan.
Perbedaan yang paling mencolok adalah bahwa dalam Lukas 11:14—23 tidak terdapat ucapan Yesus: “Segala dosa dan hujat anak manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni.” (lih. Mat. 12:31). Dalam Mrk. 3:28, kalimat tersebut memiliki penekanan penjelas dalam beberapa kata dari ucapan Yesus tersebut (dibandingkan dengan Mat. 12:31): “Aku berkata kepadamu, sesunguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seseorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.”
Apakah sebenarnya dosa yang tidak dapat diampuni itu? Tuhan Yesus memperingatkan hal itu dengan tegas sekali. Dari pemaparan perikop ini, terlihat bahwa yang diberi peringatan adalah orang-orang beragama yang rajin beribadat (baca: ke rumah ibadat), yaitu ahli-ahli Taurat (baca: orang-orang Farisi). Itu berarti dosa menghujat Roh Kudus ini adalah dosa yang serius, tidak sepele. Dosa yang tidak dapat diampuni itu bukanlah suatu perbuatan atau kelakuan yang kasar, cemar atau jahat, dan sejenisnya.
Dalam analisis di bawah ini terhadap nats Markus 3;20—30 akan dipaparkan apa, mengapa, dan bagaimana dosa menghujat Roh Kudus, yakni dosa yang tidak dapat diampuni tersebut dengan mengupas ayat-ayat atau bagian-bagian dari perikop Yesus dan Beelzebul. Pada bagian terakhir, penulis mengajukan sebuah refleksi kritis teologis dan aplikasinya bagi kehidupan orang percaya masa kini.

B. ANALISIS
1. Yesus didatangi oleh orang banyak dan ahli-ahli Taurat (3:20-22)
Ayat pertama dari perikop ini diawali dengan kata “” (dan)Alkitab TBI menerjemahkannya “kemudian”. Hal ini berarti bahwa peristiwa dari yang dikisahkan oleh perikop ini terjadi setelah beberapa peristiwa dalam paparan perikop sebelumnya. Setelah menyelesaikan beberapa pelayanan-Nya, Yesus dan murid-murid masuk dalam sebuah rumah. Mereka baru saja dari perjalanan bersama dengan murid-murid-Nya (lih. 3:7 dan 3:15).
Dalam ayat 22 dijelaskan bahwa keluarga Yesus datang untuk mengambilnya, sebab katanya Ia tidak waras lagi. Kata “kaum keluarganya” dalam ayat ini memiliki makna yang sama dengan “saudara-saudaranya” dalam ayat 31—32. Bahwa mereka itu adalah keluarga dekat Yesus, yakni ibu dan ayah, dan saudara-saudari Yesus. Mereka mengkhawatirkan keberadaan Yesus, bahkan memandang-Nya sudah tidak waras lagi. Frase “tidak waras lagi” bukan berarti bahwa Yesus sudah “berubah akal” atau “gila”. Menurut mereka, Yesus sedang keranjingan keagamaan sehingga berlaku secara keterlaluan.
Kedatangan ahli Taurat dari Yerusalem disebabkan oleh kebencian dan iri hati. Mereka menghubungkan pekerjaan Roh Kudus dengan Iblis. Menurut C.E. Graham Swift, nama Beelzebul tidak dapat dipastikan, baik ejaan maupun sumbernya. Mungkin nama ini berasal dari 2 Raj. 1:2, 16 di mana Baal Zebub berarti “Tuhan lalat”. Bisa juga nama ini adalah nama lain untuk Iblis atau mewakili kuasa jahat yang lebih rendah.

2. Yesus mengajarkan perumpamaan tentang kuasa Iblis dan pekerjaannya
Tuduhan yang dialamatkan oleh ahli-ahli Taurat kepada Yesus segera direspons oleh-Nya. Yesus ingin mengklarifikasi dan menyampaikan kebenaran, karena itu Ia sendiri secara agresif memanggil para ahli Taurat tersebut. Yesus memanggil mereka untuk menjawab tuduhan mereka, yakni bahwa kuasa yang Yesus demonstrasikan bukan berasal dari Beelzebul, penghulu setan, melainkan dari Allah. Dari ketiga Injil Sinoptik hanya Markus yang mengetengahkan pernyataan pembuka: “Bagaimana setan dapat mengusir setan?” Tentang bantahan Tuhan Yesus kepada ahli-ahlin Taurat tersebut, R.C.H. Lenski menjelaskan sebagai berikut di bawah ini.

“’If a kingdom is divided against itself that kingdom cannot stand.’Jesus speks of a kingdom because the scribes had referred to Beelzebul as the ruler of the demons. What Jesus asserts is the universal experience of men, which no man would think of contradicting. With eav (also in v. 25) Jesus assumens a case in which a kingdom becomes divided against itself, the aorist pointing to actual divisions, one part fighting against another (the same in v. 25).”
Sebagai jawaban dari tuduhan tersebut, pertama Yesus memberikan sebuah perumpamaan bahwa betapa keterlaluan tuduhan tersebut, lalu Ia memperingatkan mereka akan bahaya yang begitu mengerikan dari tindakan ahli-ahli Taurat yang keterlaluan tersebut. Dalam ayat 24—26, tingkatan-tingkatannya patut diperhatikan: kerajaan, rumah, Iblis. Makin kecil persekutuan makin mematikan perpecahannya.

3. Dosa menghujat Roh Kudus: dosa yang tidak dapat diampuni
Pada ayat 28, Yesus menegaskan bahwa semua dosa yang dilakukan anak-anak manusia akan diampuni, kecuali dosa menghujat Rudus. Apakah Yesus memaksudkan bahwa ahli-ahli Taurat telah melakukan penghujatan terhadap Roh Kudus. Mungkin di antara orang yang mendengarkan perkataan Tuhan Yesus pada masa itu tidak ada yang memiliki pengertian tentang Roh Kudus sebagai salah satu Oknum dari Tritunggal. Mereka itu pun tidak dapat melihat bahwa Tuhan Yesus adalah Oknum kedua dari Tritunggal. Mungkin mereka hanya mengira bahwa Roh Kudus adalah sebagai kuasa yang memancar daripada Allah saja. Monoteisme mereka bersifat mutlak, jadi tidak ada unsur kebhinnekaan yang terkandung dalam keberadaan Allah. Mengenai Tritunggal barulah dinyatakan sepenuhnya dalam PB dan setelah para rasul memahami pengajaran Yesus Kristus sebelum kenaikan-Nya ke surga.
Para ahli tafsir berbeda pendapat apakah ahli-ahli Taurat telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Yesus. Menurut C.E. Graham Swift, dalam peristiwa tersebut ahli Taurat belum melakukan dosa menghujat Roh Kudus. “Yesus tidak mengatakan bahwa ahli Taurat melakukan dosa itu, hanya bahwa mereka secara membahayakan mendekatinya.”
Berbeda dengan penjelasan Graham Swiftof, Lenski menegaskan bahwa ahli-ahli Taurat telah melakukan dosa tersebut. Yesus tidak hanya sekedar memperingatkan mereka.

“The blasphemous slander of the scribes makes it necessary for Jesus to tell them about the limitations in regard to finding remission. The range for pardon is indeed great since it extends over every sin, not matter what it may be, and includes even blasphemy, mocking, and vicious utterances that are directly against God. But the scibes must be warned that one exeption exists, namely the blasphemy against the Holy Spirit . . . Jesus speaking to the Pharisaic scibes who never believed in him. Hence the uppardonable sin or the sin against the Holy Ghost may be committed, not only by former believers . . . but also by men have never believed.”
J. Sidlow Baxter menjelaskan, peringatan Tuhan Yesus tersebut adalah ungkapan yang sangat keras, sekalipun orang-orang yang mendengarkannya itu tidak mengerti akan Oknum Roh Kudus. Berikut di bawah ini komentar Baxter tentang sikap ahli Taurat tersebut.

“Tapi peringatan Tuhan Yesus itu tidak berkurang hebatnya, sekalipun orang-orang yang mendengarkannya tidak mengerti akan Oknum Roh Kudus. Bahkan sebaliknya, peringatan itu lebih hebat lagi, karena mengandung arti bahwa kita mungkin melakukan dosa yang tak dapat diampuni itu sekalipun kita tidak mengetahui bahwa Roh Kudus itu adalah satu Oknum dari Tritunggal.”

Ucapan tentang menghujat Roh Kudus adalah salah satu ucapan Tuhan Yesus yang paling menantang. Karena disalahtafsirkan maka ucapan itu telah mengakibatkan derita yang tak terkatakan. Di lain pihak, ucapan itu tidak boleh ditiadakan artinya. Apakah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan dosa menghujat Roh Kudus? Mengapa dosa tersebut tidak dapat diampuni?
Menurut Baxter, yang disebut “menghujat” atau “menentang” Roh Kudus adalah suatu perbuatan, yang dengan sadar dan nekad, menghina dan merendahkan kehormatan Allah. Sementara menurut Graham Swift, dosa yang tak terampuni ini bukanlah perbuatan atau ucapan yang terasing tanpa hubungan, melainkan suatu sikap menentang dan menolak terang yang dilakukan dengan sengaja, sikap lebih menyukai kegelapan daripada terang (bnd. Yoh. 3:19). Bagaimanakah cara ahli Taurat merendahkan kehormatan Allah? Mereka berkata bahwa Tuhan Yesus “Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan” (Mat. 12:24). Artinya, mereka mengatakan bahwa anugerah dan pekerjaan Roh Kudus itu adalah perbuatan setan. Mereka memang belum mengetahui bahwa Roh Kudus adalah salah satu Oknum Allah. Akan tetapi, dari penuturan Markus tersebut – dan juga jika dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya dalam ketiga Injil Sinoptik – dapat dipahami bahwa mereka mengetahui mujizat-mujizat kesembuhan yang Tuhan Yesus perbuat itu berasal dari Allah. Meskipun demikian terdorong oleh perasaan dengki dan untuk mempertahankan pengaruh dan kehormatan mereka di hadapan orang banyak, maka dengan meremehkan suara hati sendiri, mereka melawan kebenaran dan terang Allah dengan mengatakan bahwa mujizat-mujizat Allah itu dikerjakan dengan pertolongan Iblis.
Kata “penghujatan” dan “menghujat” berasal dari akar kata yang sama: “blasphemia” (blasphemy) dan “blasphemeoo” (to blaspheme, to slander). Kata menghujat lebih dari sekedar menolak atau meremehkan. Menurut Baxter, penghujatan adalah suatu tindakan menentang dengan kesadaran atau kesungguhan hati. Dalam penjelasan rasul Paulus, jika seseorang menghujat dalam keadaan tidak tahu (knowfully), maka dosa demikian masih bisa diampuni (lih. 1 Tim. 1:13). Dengan demikian, hujatan yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat sebagaimana dijelaskan dalam ayat 22, dan bahkan mereka mengatakan bahwa kuasa yang Yesus gunakan adalah kuasa Iblis, adalah penghujatan yang sesunguhnya, yakni dengan penuh kesadaran. Memang mereka belum mengenal Oknum Roh Kudus dan Anak sebagai satu kesatuan Allah Tritunggal, akan tetapi mereka dengan penuh kesadaran menolak mujizat yang Yesus kerjakan bahkan mengatakannya dari Iblis. Mereka menghina Yesus dengan perasaan dengki dan dendam hingga mengesampingkan fakta yang telah menguncangkan hati nuraninya, karena mereka tidak dapat melakukan perbuatan seperti yang Yesus lakukan.
Dalam Alkitab terjemahan LAI, Yesus menekankan bahwa dosa ini adalah dosa kekal: “. . . bersalah karena melakukan dosa kekal.” Kata-kata ini lebih baik diterjemahkan dengan ‘terlibat’ dalamnya, atau ‘bertanggung jawab’ atasnya (Yun.: enochos). Sikap yang tidak percaya sedemikian yang disengaja itu dapat dengan cepat mengeras menjadi suatu keadaan, di mana pertobatan, dan oleh karenanya juga pengampunan, menjadi tidak mungkin. Vincent Taylor, dalam Graham Swift (1988), menjelaskan jika seseorang takut bahwa bahwa ia mungkin melakukan dosa ini, maka justru ketakutan itu menjadi bukti yang jelas bahwa ia tidak melakukannya.

C. IMPLIKASI TEOLOGIS
Dalam perkembangan penafsiran teologi kontemporer, dosa ”menghujat Roh Kudus” diperluas dalam berbagai makna dan cakupan perbuatan tertentu. Dosa menghujat Roh Kudus tidak hanya dimaknai sebagaimana dilakukan oleh ahli Taurat (baca: orang Farisi) dalam kisah ketiga Injil Sinoptik tersebut, yakni menolak pekerjaan yang Allah lakukan dan mengatakannya dilakukan oleh Iblis. Belakangan ini, beberapa teolog mendaftarkan bahwa perbuatan murtad juga memiliki kualitas yang sama dengan tindakan penghujatan terhadap Roh Kudus. Demikian juga dengan perdukunan, okultisme, dan berbagai dimensi yang lain yang meremehkan Allah dan segala pekerjaan-Nya. Jika seseorang melakukan dosa tersebut di atas dengan penuh kesadaran, dan hingga akhir hayatnya, orang tersebut melakukan dosa (yang setara dengan) menghujat Roh Kudus.
Dalam pengajaran Yesus tentang tiga Oknum Tritunggal dalam Yohanes 14 dan 16, Ia secara sungguh-sungguh mengajarkannya kepada murid-murid-Nya misteri Tritunggal tersebut. Jika orang percaya yang telah mengerti hal tersebut melakukan hal yang sama seperti dilakukan oleh ahli-ahli Taurat itu, maka ia berbuat dosa yang kualitasnya sama dengan perbuatan para ahli Taurat tersebut.
Pada bagian lain dari Markus 3:20—30 dalam Alkitab, Yesus mengecam dosa terhadap Roh Kudus, berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” (Luk. 12:10; )
Ada beberapa interpretasi yang tidak tepat terhadap ayat ini dengan mengatakan bahwa Roh Kudus memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada Anak. Padahal, dalam konsep Allah Tritunggal tidak ada Pribadi yang lebih tinggi atau pun lebih rendah dibanding Pribadi lainnya. Mereka setara atau sederajat. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Roh Kudus memiliki sifat yang lebih keras, sehingga tidak mau mengampuni kesalahan. Sementara Allah Anak mempunyai sifat yang murah hati dan suka mengampuni. Ini adalah interpretasi yang salah tentang dosa menghujat Roh Kudus, yang oleh Yesus disebut sebagai dosa yang tidak akan diampuni.
J. Verkuyl, dalam bukunya Etika Kristen: Bagian Umum, mengatakan bahwa menghujat Roh Kudus adalah dosa yang dilakukan dengan kesadaran yang luar biasa. Menurut Verkuyl, dosa ini hanya dapat timbul jika manusia di dalam batinnya yakin sepenuhnya akan kebenaran Injil dan akan arti pribadi dan pekerjaan Tuhan Yesus. Selanjutnya, Verkuyl menjelaskan bahwa menghujat Roh Kudus adalah satu-satunya dosa yang tidak akan pernah disesali oleh orang yang melakukannya, sebab orang yang melakukan dosa ini hatinya sudah menjadi keras sama sekali, yakni dengan penuh kesadaran mereka mempertahankan kebencian terhadap Kristus yang diurapi-Nya. Mengapa dosa ini tidak dapat diampuni? Verkuyl menjelaskan, dosa menghujat Roh Kudus dilakukan terus-menerus dan dengan penuh kesadaran menolak kesaksian Roh Kudus mengenai Kristus, Firman-Nya, dan karya-karya-Nya.
Jika dihubungkan dengan Firman Tuhan dalam Surat Ibrani, dijelaskan bahwa dosa menghujat Roh Kudus dapat terjadi dalam keadaan dimana (1) mereka yang pernah diterangi hatinya, (2) yang pernah mengecap karunia sorgawi, (3) pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, (4) pernah mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, menghujat Allah dengan kesadaran yang tinggi (baca: penuh kesadaran). Orang percaya yang telah mengalami hal di atas, lalu murtad lagi dan tidak membuka hatinya untuk dibaharui sekali lagi oleh Roh Kudus, mempunyai peluang untuk melakukan penghujatan terhadap Roh Kudus. Dengan tegas, Rasul Paulus mengatakan: “Mereka telah menyalibkan Anak Allah untuk kedua kalinya dan menghina-Nya di muka umum” (Ibr. 6:4-6).
Seringkali ada orang yang berpikir bahwa ia kemungkinan telah melakukan dosa yang tidak akan diampuni ini. Hal yang dapat menjadi bukti bahwa seseorang tidak melakukan dosa yang tidak akan diampuni ini adalah ketika dalam hatinya ada keinginan untuk memperoleh pengampunan dosa dan kesediaan untuk bertobat. Tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni selama seseorang bertobat dan datang memohon pengampunan dari Allah (Yes. 1:18; 1 Yoh. 1:9).

Jesus bless you.

Tidak ada komentar: